Para
ilmuan biasanya mengenalkan buah pemikiran lewat karya-karya yang
mereka tulis. Ayatullah Javadi Amoli adalah salah seorang ulama besar
yang punya keahlian dalam menuliskan pemikirannya untuk dimanfaatkan
para pencinta ilmu. Dengan menilik karya-karyanya kita akan mendapatkan
bahwa filsuf besar ini sangat peduli untuk mengajak manusia mengenal
jatidiri masing-masing. Sebab manusia adalah makhluk yang hakikatnya
mempunyai berbagai dimensi yang agung.
Dalam satu hadis Nabawi disebutkan bahwa orang yang mengenal dirinya
berarti mengenal Tuhannya. Manusia adalah ciptaan Allah yang paling
mulia. Para ulama mengatakan bahwa untuk mengenal manusia, semua kulit
luar yang ada harus disingkirkan sehingga hakikatnya akan nampak di
depan mata. Dengan persepsi yang demikian, Ayatullah Javadi berusaha
mengenalkan hakikat manusia lewat karya-karyanya untuk para pembaca.
Perempuan adalah wujud yang ciptaan sangat agung. Berbagai agama,
madzhab dan ideologi punya pandangan masing-masing terkait hakikat
wujud perempuan. Sebagian memandangnya dengan sinis dan menganggapnya
sebagai makhluk kerdil yang jauh lebih rendah dibanding kaum pria.
Sebagian membawanya kepada jalan yang menyimpang dan tanpa tujuan.
Untuk menunjukkan keagungan wanita dalam pandangan Islam, Ayatullah
Javadi memberikan judul yang indah untuk bukunya yang membahas tentang
perempuan. Judul buku itu adalah, Zan dar Aineye Jalal va Jamal' yang
artinya, ‘Keindahan dan Keagungan Perempuan'.
Di bagian awal buku ini, sang penulis menjelaskan kedudukan dan peran
wanita seperti yang dijelaskan oleh al-Quran al-Karim. Beliau
menyatakan bahwa asal penciptaan laki-laki dan perempuan adalah satu.
Secara esensial, tak ada yang melebihkan laki-laki di atas perempuan.
Artinya, jika sebagai manusia, laki-laki bisa mencapai puncak
kesempurnaan insani tertinggi, perempuanpun punya potensi yang sama.
Ayatullah Javadi menegaskan, "Para Nabi menyeru manusia kepada tiga
asas, mengenal asal penciptaan, mengenal hari akhir, dan mengenal nabi.
Mereka tidak menujukan seruan dan ajakan hanya kepada kaum pria, tapi
sebaliknya mereka juga menyerukan hal yang sama kepada kaum perempuan.
Di ayat 108 surat Yusuf, Al-Quran al-Karim lewat lisan Nabi Saw
menyatakan, ‘Aku dan orang-orang yang mengikutiku menyeru umat manusia kepada Allah'. Seruan ini meliputi semua orang dan tidak dikhususkan hanya kepada kaum laki-laki."
Di bagian lain buku tersebut, Ayatullah Javadi menyinggung ayat 10-12
surat al-Tahrim yang menyebutkan beberapa perempuan sebagai permisalan.
Perempuan agung dalam sejarah seperti Maryam putri Imran, Asiah istri
Firaun dan lainnya disebut sebagai teladan yang baik untuk ketuhanan.
Menurut beliau, keteladanan ini bukan diperuntukkan hanya untuk kaum
perempuan tapi juga kaum pria juga diseru untuk meneladani mereka.
Ayatullah Javadi Amoli bukan saja ulama dengan pengetahuan agama yang
luas, tapi beliau juga seorang arif dan sufi yang punya mata hati.
Menurut beliau, irfan dan sufisme tidak mengajak manusia untuk
mengucilkan diri dari masyarakat. Tapi irfan yang benar justeru
mengajak manusia untuk terlibat dalam kehidupan sosial dan membimbing
orang lain di jalan ini. Untuk menjelaskan masalah ini Ayatullah Javadi
menulis buku berjudul ‘Hamaseh va Erfan' yang berarti gelora dan irfan.
Dalam buku ini beliau menjelaskan bahwa irfan dan semangat perjuangan
adalah dua hal yang berhubungan sangat erat. Diantara yang dibahas
dalam buku ini adalah kisah perjuangan Imam Husein di hari Asyura di
Karbala. Menurut beliau peristiwa Asyura yang berlangsung kurang dari
satu hari dan terjadi di sebuah lokasi kecil telah menjadi peristiwa
yang abadi. Sebab, para pelaku kisah ini adalah orang-orang suci yang
mengkombinasikan perjuangan heroik dengan irfan yang murni.
Dalam buku lainnya yang membahas tentang perjuangan Imam Husein as,
Ayatullah Javadi menyebut peristiwa Asyura sebagai buah dari cara
berpikir Imam Husein yang logis dan matang. Dengan berbekal pada
prinsip bahwa setiap revolusi mementaskan cara pandang dan pemikiran
para pemimpinnya, Ayatullah Javadi menyatakan bahwa pemikiran Imam
Husein sebagai pemimpin kebangkitan Asyura bisa dilihat dari perilaku
dan kata-kata beliau sepanjang perjalanan ke Kufah atau doa-doa beliau.
Diantara yang menjadi perhatian Ayatullah Javadi adalah masalah
pengenalan agama Islam kepada umat manusia sebagai agama yang menjamin
kebahagiaan hakiki manusia. Untuk itu beliau menulis buku berjudul
Entezare Bashar az Din atau ‘apa yang diharap manusia dari agama'. Di
buku ini Ayatullah Javadi menjelaskan bahwa agama Ilahi adalah kumpulan
dari hukum Allah, akidah dan ketentuan yang diturunkan Allah untuk
membimbing manusia supaya bisa mengekang hawa nafsu dan memperoleh
kebebasannya…
Mengenai akal
manusia yang tidak sempurna, Ayatullah Javadi mengatakan, "Akal tidak
cukup mampu untuk membimbing manusia kepada kebahagiaan. Untuk
berkembang dan mengenal sejumlah hakikat, akal memerlukan bantuan
agama. Sebab akal tidak mampu mencerna banyak hal, dan akal juga
kesulitan membedakan mana yang hakdan mana yang batil. Agamalah yang
membantu akal menafsirkan makna kehidupan, mengenal dunia, mengenal
asal penciptaan dan hari akhir."
Ayatullah Javadi meyakini bahwa agama memberikan makna kepada kehidupan
manusia. Dengan agama, kehidupan akan keluar dari kenihilan dan
kesia-siaan. Secara naluriah, manusia memiliki sederet pertanyaan di
benaknya yang memerlukan jawaban. Dari manakah aku datang? Untuk apa
aku berada di dunia ini? Ke manakah aku akan pergi? Agama menjawab
pertanyaan-pernyataan seperti ini. Ayatullah Javadi Amoli mengatakan,
"Secara jujur harus dikatakan bahwa akal manusia tidak bisa memberikan
jawaban yang benar akan pertanyaan-pertanyaan ini. Karena itu,
pertanyaan-pertanyaan ini masih ada dan manusia tidak pernah bisa
memahami makna kehidupan dengan baik." Dengan menjelaskan awal
penciptaan dan filosofis penciptaan manusia, agama memberikan makna
kepada kehidupan.
Ayatullah
Javadi dalam kitab Entezare Bashar az Din menjelaskan bahwa kehidupan
sosial manusia harus diatur dengan hukum agama dan Ilahi. Sebagai
makhluk sosial yang cenderung hidup bermasyarakat, manusia memerlukan
kehadiran undang-undang yang mengatur kehidupan sosial. Undang-undang
itulah yang mencegah terjadinya kekacauan dan semua orang harus tunduk
dan mentaatinya. Tentunya, undang-undang dan aturan akan sempurna jika
pembuat aturan itu mengenal segala seluk beluk manusia dan
kehidupannya. Sementara, kepatuhan kepada undang-undang dan aturan itu
akan terjamin ketika manusia menyadari bahwa pembuatnya adalah wajib
ditaati. Untuk itulah para nabi ke tengah umat manusia sebagai pembawa
pesan dan undang-undang Ilahi serta mengajak mereka untuk mematuhi
Allah dan meninggalkan larangan-Nya.(IRIB Indonesia)
sumber:google blog,
0 komentar:
Posting Komentar