Tahun 1575 Ki Ageng Pemanahan meninggal dunia dan digantikan
oleh putranya bernama Sutawijaya atau Pangerang Ngabehi Loring Pasar, selain
beliau bertekad melanjutkan mimpi ayahandanya, dia pun bercita – cita untuk
membebaskan diri dari kekuasaan Pajang, sehingga hubungan antara Mataram dan
Pajang pun mulai memburuk hingga berujung peperangan. Dalam peperangan ini
kerajaan Pajang mengalami kekalahan dan Sultan Hadiwijaya meninggal.
Kemudian Sutawijaya mengangkat dirinya menjadi raja Mataram
dengan gelar panembahan senopati . ia mulai membangun kerajaanya dan
memindahkan pusat pemerintahan di Kotagede.
Pada tahun 1590 kerajaan Mataram menaklukan Madiun, Jipang, Kediri kemudian melanjutkan dengan menaklukan
Pasuruan dan Tuban.
Sebagai raja islam yang baru beliau mempunyai tekad untuk
menjadikan Mataram menjadi pusat budaya dan agam Islam, sebagai penerus
kesultanan Demak.
Kerajaan Mataram Islam saat itu menganut system Dewa – Raja. Yang berarti kekuasaan tertinggi
mutlak berada pada Sultan.
Sultan Wijaya meninggal
dan dimakamkan diKotagede dan digantikan putranya bernama Mas jolang
yang bergelar Prabu Hanyokrowati, pada masa ini tidak banyak mengalami kemajuan
dikarenakan beliau meninggal karena kecelakaan saat berburu dihutan krapyak
yang kemudian digantikan putra keempatnya yang bergelar Adipati Martoputro,
akan tetapi karena Adipati Martoputro menderita penyakit syaraf maka tahta beralih ke putra sulung Mas jolang
yang bernama Raden Mas Rangsang, pada
masa ini kerajaan mataram mengalami kemajuan dan mengalami masa keemasan.
Setelah menaklukan Madura beliau mengganti “ panembahan”
dengan “Sesuhunan ( sunan) kemudian menggunakan gelar “Susuhunan Hanyakrakusuma”
terakhir tahun 1640 sehabis dari Makkah beliau menyandang gelar “Sultan Agung
Senopati Ing Alaga Abdurrahman “ dan beliau memindahkan lokasi kraton ke “Karta
“ akibat terjadi gesekan penguasaan perdagangan antara Mataram dan VOC yang
berpusat di Batavia.
Setelah Sultan Agung meninggal, digantikan putra beliau
“Sesuhunan Amangkurat 1, beliau memindahkan lokasi kraton ke Pleret pada tahun
1647 tidak jauh dari “Karta”selain itu beliau juga tidak lagi menggunakan gelar
sultan melainkan Sunan ( Sesuhunan atau yang pertuan ) pada masa ini kerajaan Mataram kurang stabil
karena banyak ketidak puasan dan pemberontakan, pada masanya terjadi
pemberontakan besar yang dipimpin oleh seorang bangsawan dari Madura bernama Trunajaya yang akhirnya berhasil mengalahkan
Mataram , Amangkurat 1 melarikan diri dan meningga dalam pelarianya yaitu di
Tegalarum ( 1677 )sehingga mendapat julukan Sunan Tegalarum, kemudian diganti
oleh putranya Amangkurat II , beliau bergabung dengan VOC untuk
mengalahkan pasukan Trunajaya dan akhirnya berhasil .
Dalam masa ini Amangkurat II sangat patuh kepada VOC
sehingga menimbulkan ketidak puasan dikalangan istana dan akhirnya banyak
pemberontakan terjadi lagi. Pada masa ini keraton Mataram dipindahkan ke
Kartasura ( 1680 ).
Setelah Amangkurat II meninggal diganti Amangkurat III,
tetapi VOC tidak senang dengan Amangkurat III karena dia menentang VOC sehingga
VOC mengangkat Pakubuwana I sebagai raja, akibatnya Mataram memiliki dua raja
dan inilah yang menjadikan perpecahan Internal, Amangkurat III akhirnya
memberontak tapi akhirnya kalah dan ditangkap diBatavia lalu diasingkan di Ceylon,Srilanka.dan meninggal tahun 1734.
Kekacauan politik dari masa kemasa akhirnya dapat
terselesaikan pada masa Pakubuana III
setelah wilayah Mataram dibagi menjadi dua yaitu Kesultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Suarakarta tanggal 13 Februari 1755, pembagian wilayah
ini tertuang dalam Perjanjian Gayanti , perjanjian Giyanti adalah
kesepakatan yang dibuat oleh pihak VOC, pihak Mataram( diwakili oleh Pakubuwana
III) dan kelompok pangeran Mangkubumi. Nama Giyanti diambil dari lokasi penjanjian
tersebut ( ejaan Belanda, sekarang tempat itu berlokasi didukuh Kerten , Desa
Jantiharjo) ditenggara kota
Karanganyar, Jawa Tengah, perjanjian ini menandai berakhirnya kerajaan Mataram
yang sepenuhnya independen. Berdasarkan perrjanjian ini wilayah Mataram terbagi
menjadi dua, wilayah disebelah timur kali Opak dikuasai oleh pewaris tahta
Mataram yaitu Sunan Pakubuwana III dan tetap berkedudukan di Surakarta,
sementara wilayah disebelah barat diserahkan kepada Pangeran Mangkubumi sekaligus ia diangkat menjadi Sultan Hamengkubuwono I yang berkedudukan
di Yogyakarta.
Perpecahan terjadi lagi dengan munculnya Mangkunegara ( R.M
Said) yang terlepas dari kesunanan Surakarta dan Pakualaman ( P. Nata Kusuma) ,
dan keempat pecahan Mataram Kesultanan Mataram tersebut masih melanjutkan
dinasti masing – masing , bahkan pecahan Mataram tersebut terutama kesultanan
Yogyakarta masih cukup besar dan diakui masyarakat.
Mas Jolang kemudian digantikan oleh Mas Rangsang (1613-1645). Raja
Mataram yang bergelar Sultan Agung Senopati ing Alogo Ngabdurracham ini
kemudian lebih dikenal dengan nama Sultan Agung. Pada masa
pemerintahannya, Mataram mencapai masa keemasan. Pusat pemerintahan
dipindahkan ke Plered. Wilayah kekuasaannya meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan sebagian Jawa Barat. Sultan Agung bercita-cita mempersatukan Jawa. Karena merasa sebagai penerus Kerajaan Demak, Sultan Agung menganggap Banten adalah bagian dari Kerajaan Mataram. Namun, Banten tidak mau tunduk kepada Mataram. Sultan Agung kemudian berniat untuk merebut Banten.Namun, niatnya itu terhambat karena ada VOC yang menguasai Sunda Kelapa. VOC juga tidak menyukai Mataram. Akibatnya, Sultan Agung harus berhadapan dulu dengan VOC. Sultan Agung dua kali berusaha menyerang VOC: tahun 1628 dan 1629.
Penyerangan tersebut tidak berhasil, tetapi dapat membendung pengaruh VOC di Jawa.
Sultan Agung membagi sistem pemerintahan Kerajaan Mataram seperti berikut:
- Kutanegara, daerah pusat keraton. Pelaksanaan pemerintahan dipegang oleh Patih Lebet (Patih Dalam) yang dibantu Wedana Lebet (Wedana Dalam).
- Negara Agung, daerah sekitar Kutanegara. Pelaksanaan pemerintahan dipegang Patih Jawi (Patih Luar) yang dibantu Wedana Jawi (Wedana Luar).
- Mancanegara, daerah di luar Negara Agung. Pelaksanaan pemerintahan dipegang oleh para Bupati.
- Pesisir, daerah pesisir. Pelaksanaan pemerintahan dipegang oleh para Bupati atau syahbandar.
Amangkurat I kemudian digantikan oleh Amangkurat II (1677-1703). Pada masa pemerintahannya, wilayah Kerajaan Mataram makin menyempit karena diambil oleh Belanda.
Setelah Amangkurat II, raja-raja yang memerintah Mataram sudah tidak lagi berkuasa penuh karena pengaruh Belanda yang sangat kuat. Bahkan pada tahun 1755, Mataram terpecah menjadi dua akibat Perjanjian Giyanti:
Ngayogyakarta Hadiningrat (Kesultanan Yogyakarta) yang berpusat di Yogyakarta dengan raja Mangkubumi yang bergelar Hamengku Buwono I dan Kesuhunan Surakarta yang berpusat di Surakarta dengan raja Susuhunan Pakubuwono III. Dengan demikian, berakhirlah Kerajaan Mataram.
Kehidupan sosial ekonomi Mataram cukup maju. Sebagai kerajaan besar, Mataram maju hampir dalam segala bidang, pertanian, agama, budaya. Pada zaman Kerajaan Majapahit, muncul kebudayaan Kejawen, gabungan antara kebudayaan asli Jawa, Hindu, Buddha, dan Islam, misalnya upacara Grebeg, Sekaten. Karya kesusastraan yang terkenal adalah Sastra Gading karya Sultan Agung. Pada tahun 1633, Sultan Agung mengganti perhitungan tahun Hindu yang berdasarkan perhitungan matahari dengan tahun Islam yang berdasarkan perhitungan bulan.
sumber: google
0 komentar:
Posting Komentar